Saling Menghormati

Apakah Anda pernah melihat dua orang anak kecil bertengkar karena berebut mainan? Anak yang satu ingin mendapatkan mainan tersebut. Demikian pula anak yang satunya lagi, juga ingin mendapatkan mainan tersebut. Tak ada yang mau mengalah. Maunya menang sendiri. Akhirnya, bertengkarlah keduanya sampai ada salah satu yang menangis. Atau kedua-keduanya sama-sama menangis. Jika yang suka bertengkar seperti itu adalah anak-anak, barangkali kita akan maklum. Namanya saja anak-anak. Akalnya belum genap. Namun jika yang suka bertengkar itu bapaknya anak-anak, apa jadinya?
Kenyataannya, tidak jarang kita mendapati orang-orang yang tidak lagi anak-anak namun punya kebiasaan bertengkar seperti anak-anak. Memang yang diperebutkan tidak lagi mobil-mobilan atau mainan yang lainnya, namun semangatnya sama: mau menang sendiri dan tak ada yang mau mengalah. Betapa sering kita saksikan pertengkaran sesama muslim yang terjadi karena masing-masing pihak tidak ada yang mau mengalah. Masing-masing pihak ingin menang sendiri. Masing-masing pihak merasa paling benar sendiri. Persis seperti anak-anak yang masing-masing merasa paling berhak mendapatkan sebuah mainan.
Kita yang sudah dewasa mestinya bisa bersikap lebih dewasa. Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, sepanjang masih berada dalam batas-batas yang diperbolehkan. Perbedaan tidak akan pernah lenyap dari muka bumi ini, sampai kapanpun juga. Bukankah warna kulit kita juga berbeda-beda? Golongan darah kita juga berbeda-beda. Kita tidak akan mungkin bisa menghilangkan perbedaan. Yang bisa kita lakukan adalah saling saling menghormati. Sebagaimana pendapat kita ingin diakui dan dihormati, seperti itu juga orang lain ingin agar pendapatnya diakui dan dihormati. Jika semua pihak bisa saling menghormati, niscaya tidak akan ada lagi pertengkaran yang tidak perlu.
Akan lebih baik lagi jika kita bisa mencari titik-titik temu diantara perbedaan-perbedaan yang ada. Selanjutnya, titik-titik temu inilah yang kita harapkan bisa mempersatukan semua pihak yang saling berbeda pendapat. Rasyid Ridha, salah seorang pemikir dan aktivis dakwah Islam, pernah berkata,”Hendaknya kita bisa bekerjasama dalam hal-hal yang kita sepakati dan hendaknya kita bisa bertoleransi dalam hal-hal yang kita perselisihkan.”
Ketika kita mampu menyikapi berbagai perbedaan dalam tubuh umat ini dengan sebaik-baiknya, kita akan menjadi umat yang kuat dan disegani. Kita kuat jika kita bisa bersatu. Sebaliknya, kita akan menjadi lemah jika kita berpecah belah. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh. Tidakkah kita ingat dengan firman Allah: ‘Berpegang teguhlah pada tali Allah dan janganlah kalian berpecah-belah’? Lupakah kita dengan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan Allah dalam satu shaf, seolah-olah mereka itu satu bangunan yang kokoh dan kuat’?
Sekarang mari kita evaluasi diri kita. Apakah masih ada fanatisme golongan dalam dada kita, sehingga kita menganggap bahwa golongan kita sajalah yang benar sedangkan yang lainnya pasti salah? Apakah kita masih suka bertengkar akibat perbedaan-perbedaan yang tidak substansial? Apakah kita masih sulit untuk mencapai titik temu di tengah-tengah perbedaan yang ada? Apakah perbedaan masih menjadi penghalang bagi kita untuk saling bekerjasama dalam kebaikan? Sudah terlalu lama kita biasa bertengkar untuk hal-hal yang tidak perlu. Semestinya energi yang selama ini kita habiskan untuk bertengkar bisa kita manfaatkan untuk hal-hal positif yang bisa membangun umat. Sekarang kita semua harus menguatkan tekad dan komitmen untuk mengedepankan persatuan dan kesatuan umat. Jika tidak sekarang, kapan lagi?