Ikadi Gelar MHQ Tunanetra se-Jatim

JEMBER – Ikatan Da’i Indonesia (Ikadi) Jember berkerjasama dengan Pondok Pesantren Ibnu Katsir, menggelar Musabaqah Hifzhil Qur’an (MHQ) untuk para disabilitas tuna netra. MHQ tunanetera tersebut dilaksanakan selama tiga hari, mulai tanggal 14-16 Mei, di Pondok Pesantren Putra Ibnu Katsir, Patrang.
Agus Rohmawan, inisiator lomba, sekaligus ketua III Ikadi Jember mengatakan, lomba hafalan quran ini baru diadakan pertama. Dia menyebut kalau MTQ (Musbaqah Tilawatil Quran) kemungkinan juga sudah banyak. Sedangkan tahfidz hafalan ini untuk tunanetera sepertinya baru pertama di Jember bahkan Jawa Timur.
“Kita sebagai lembaga yang konsen di bidang dakwah dan alquran, terpanggil untuk mengedukasi alquran ke semua. Tak hanya orang normal, tetapi untuk disabilitas juga, dalam hal ini tunanetera,” tutur pria yang akrab disapa Ustad Agus ini.
Peserta yang mengikuti lomba ini pun sangat antusias. Buktinya, mereka rela datang dari berbagai kota di Jawa Timur. Sekitar 30-an peserta berpartisipasi dalam MHQ tunanetera kemarin.
“Jadi, sistemnya online. Dalam seleksi mereka mengirimkan rekaman dan video saat hafalan. Jadi kami bisa menyeleksi penampilan mereka dari situ,” kata pria asli Sumedang, Jawa Barat ini.
Awalnya ada kategori usia. Namun, setelah berbagai pertimbangan, akhinra kategori usia tersebut ditiadakan. “Agar lebih luas peserta yang ikut, juga lomba ini baru pertama kalinya,” jelasnya. “Rata-rata yang ikut remaja. Tapi di hari kedua ada juga peserta yang usianya sudah 50 tahun. Tapi dia tidak lolos ke final,” imbuhnya.
Para peserta yang berasal dari luar kota, selama di Jember menginap di dua lokasi. Untuk peserta putra di Ponpes Putra Ibnu Katsir. Sedangkan putri di Gedung Pusat Studi Al Qur'an Disabilitas & Museum Al Qur'an Ikadi.
Menurut Ustad Agus, tiga harapan besar dalam penyelenggaraan lomba ini. Pertama kami ingin meraih ridho Allah Swt dan syafaat Rasulullah. Betapa pentingnya agama islam ini memperhatikan difabel, sejak dahulu dalam ajaran Islam. Kedua, tunjukkan bahwa orang normal dan lembaga lainnya lebih perhatian difabel. “Yang ketiga masyarakat luas bisa lebih tahu kondisi para difabel ini saat membaca al-quran braille,” pungkasnya []


Sumber: Jawa Pos Radar Jember